Jumat, 02 Maret 2012

PT KAI Akuisisi DAMRI & PPD? Hancurlah Pelayanan Publik!

      Pernyataan mengejutkan dilontarkan Menteri BUMN Dahlan Iskan. Dia mengusulkan agar PT Kereta Api Indonesia (KAI) mengakuisisi dua BUMN transportasi, yakni Perusahaan Umum PPD dan Perum DAMRI pada tahun ini. “Perum DAMRI  dan Perum PPD diakuisisi oleh PT KAI tahun ini,” tegasnya, Jumat (2/3/2012).

     Menurut Dahlan, usulan menyangkut tiga BUMN yang melayani transportasi publik ini sejalan dengan keinginan pemerintah agar BUMN dapat saling sinergi. Di samping itu, ketiga perusahaan tersebut menjalankan bisnis utama yang sama, yakni transportasi darat.
     Dengan sinergi ini, ia mengharapkan perusahaan pelat merah dapat berkurang menjadi 115 BUMN pada 2012. Bahkan, dua tahun mendatang jumlah BUMN diperkirakan mencapai 80 BUMN. “Selama ini, program rightsizing kurang terlalu berhasil untuk dilakukan. Namun, kita fokuskan pada tahun ini,” tuturnya.
      Dalam perspektif rightsizing (perampingan) BUMN, publik sependapat pemerintah memprogramkannya. Namun perampingan tersebut membutuhkan kecerdasan tersendiri untuk menganalisis lebih dalam dan tajam dengan berbagai parameter. Sehingga selain diharapkan efektif dan efisien, perampingan tak menimbulkan efek buruk, terutama pelayanan kepada publik, dan tidak malah kontraproduktif dalam rangka efisiensi keuangan negara.
       Rencana akuisisi PT KAI terhadap Perum DAMRI dan Perum PPD sepatutnya mempertimbangkan bahwa segmen dan karakteristik pelayanan PT KAI berbeda dengan Perum DAMRI dan PPD. Pelayanan PT KAI berbasis kepada penyediaan angkutan berbasis rel, sedangkan DAMRI dan PPD berbasis jalan raya.
      Dengan perbedaan itu maka secara manajerial tentu terjadi kontradiksi tajam dalam pengelolaannya, baik dalam hal operasi maupun dimensi teknisnya.  Karena itu, infrastruktur, kompetensi dan skill yang dibutuhkan dalam pengelolaannya juga tak sama. 
      Publik tentu memahami betul bahwa pelayanan kereta api masih jauh dari yang diharapkan. Publik juga tentu masih bermimpi mendapatkan pelayanan dengan level customer satisfaction. Dengan bertambahnya segmen pelayanan maka dapat semakin menganggu fokus PT KAI sebagai satu-satunya BUMN yang menyediakan pelayanan jasa angkutan kereta api kepada rakyat.
       Selama ini saja, PT KAI dinilai pecah konsentrasi untuk terus meningkatkan pelayanan. Kondisi ini diduga akibat manajemen membuat sejumlah anak perusahaan yang antara lain bergerak di bisnis properti, akomodasi dan restorasi.
REGULASI
         Regulasi yang menjadi dasar operasional juga berbeda. Kereta api menggunakan Undang-Undang Perkeretaapian, sedangkan DAMRI dan PPD bersandar kepada Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Perbedaan ini berimplikasi kepada tak samanya perizinan, kelaikan, institusi atau lembaga yang otoritatif dan skema anggaran APBN yang berkaitan dengan program pengembangan kereta api dan bus.
         Pemerintah tentu kebingungan bila hendak memberikan skema bantuan pendanaan untuk pengembangan pelayanan, termasuk di dalamnya perihal subsidi. Selama ini saja, pengelolaan persoalan subsidi yang tertuang dalam Public Service Obligation (PSO) dari APBN kepada PT KAI masih jauh dari yang diharapkan.
        Permintaan Ditjen Perkereketaapian agar pengelolaan dana PSO itu dipisahkan dari akuntasi perusahaan sehingga akuntabel, jelas dan tegas dalam pemanfaatannya, diduga tak kunjung bisa diwujudkan oleh manajemen PT KAI. Bagaimana pula bila ada skema subsidi untuk angkutan perintis yang selama ini diterima Perum DAMRI, maka terancam semakin ruwet akuntabilitasnya.
KONDISI USAHA
        Gagasan PT KAI mengakuisisi DAMRI dan PPD juga teramat kontras dengan fakta bahwa Perum DAMRI justru mengalami keuntungan sejak beberapa tahun terakhir, terjadi penguatan pelayanan kepada publik dan ekspansi usaha yang tetap dalam koridor main business. Sedangkan PT KAI, kabar dari Ditjen Perkeretaapian menyebutkan mesti meminjam uang dari bank untuk membayar gaji karyawan. Kalau Perum PPD memang sudah terjadi pelemahan dalam bisnisnya.
         Dengan fakta itu maka semestinya Dahlan Iskan berpikir terbalik, bahwa seharusnya Perum DAMRI yang mengakuisisi PT KAI dan PPD, Atau biarkan PT KAI fokus kepada main business, sedangkan Perum DAMRI mengakuisisi Perum PPD. Dalam skema ini maka akuisisi sebagai bagian dari rightsizing menjadi tepat sasaran tanpa mengorbankan pelayanan kepada publik.
        Dahlan Iskan mesti ingat sejarah bahwa Perum PPD pernah menjadi perusahaan sehat. BUMN ini kontan hancur akibat kebijakan pemerintah yang meleburkan sejumlah perusahaan swasta yang bergerak di Jakarta ke Perum PPD. Sejarah memperlihatkan PPD sering disuntik subsidi oleh negara. Tetapi karena jumlah pegawai terlalu gemuk sehingga pernah rasio pegawai mencapai 1:15, dan buruknya pengelolaan, walhasil PPD terseok-seok dan jarang terlihat melayani warga Jakarta.
                                                                    (agus wahyudin/email: h.aguswahyudin@gmail.com)




      

       

1 komentar:

  1. Mohon maaf...menurut saya pengertian keuntungan adalah hasil yang didapatkan diluar subsidi yang diberikan sedangkan menurut data yang ada Perum DAMRI masih menerima PSO sedangkan keuntungan yang didapatkan jauh dibawah PSO yang ada sedangkan Perum PPD tidak menerima PSO dan dapat bertahan dengan kekuatannya sendiri

    BalasHapus