Senin, 20 Februari 2012

Guru Juga Warganegara

   Ratusan guru honorer membawa spanduk saat aksi di depan Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Senin (20/2). Aksi tersebut mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk segera menandatangani Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang pengangkatan guru honorer kategori satu dan dua menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Demo ini berlangsung dari siang sampai malam.

     Kalau ada guru demo menuntut nasib, ada dua rasa mengusik kita. Pertama, bingung. Kedua, prihatin. Bagaimana tidak bingung, kalau sosok guru yang katanya akronim digugu dan ditiru, terus menggelar aksi unjuk rasa.
     Dulu waktu sekolah dari SD sampai SMA di Kemayoran, saya memahami sosok guru merupakan manusia yang cerdas dan berwibawa. Walaupun ada juga sih guru yang ngeselin, sering akting berwibawa, plus strategi ngajarnya malah bikin murid bukannya pintar malah bingung. Tetapi secara umum, guru merupakan manusia penuh keteladanan.  Bolehlah pinjam lagunya Iwan Fals, manusia setengah dewa.
     Kalau dipanggil guru, rasanya deg-degan, apalagi kalau punya salah. Bahkan, ada teman perempuan waktu SMA nyaris nangis karena dinasihati oleh guru agamanya, agar fokus belajar. Soalnya tuh cewek pacaran sama kakak kelasnya yang ganteng, baik hati, tidak sombong dan rajin menolong kawan. Nasihat ya nasihat. Belajar tetap fokus. Dan pacaran ya tetap berlangsung dengan hikmat dan bijaksana, hadeuuuh kayak Pancasila aja.
     Jadi kalau guru sebagai sosok yang diteladani, cerdas dan berwibawa, sampai harus memutuskan berdemo untuk memperbaiki nasib, pertanyaannya besarnya apakah ini menjadi bagian dari proses belajar dan mengajar. Bukankah transformasi ilmu, pengetahuan dan prilaku menjadi bagian utuh yang dikerjakan oleh seorang guru?
     Apakah murid, siswa atau pelajar juga diperbolehkan berdemo bila ada guru yang malas masuk atau sering terlambat, teknik mengajarnya nggak pernah mengikuti dinamika pendidikan dan sosial, plus mata duitan? Bagusnya kita ingat pepatah, guru kencing berdiri, murid kencing sambil naik motor.
KEPRIHATINAN
     Itu sisi yang membingungkan dari aksi demo guru. Dimensi keprihatinannya adalah demo itu memperlihatkan masih lemahnya perhatian pemerintah terhadap nasib kalangan pendidik yang berperan melahirkan generasi-generasi cerdas dan well educated.
     Mereka juga manusia sekaligus warganegara, yang harus mendapatkan jaminan dari negara untuk hidup layak. Walaupun sejatinya, profesi guru lebih kuat unsur pengabdiannya, tetapi harusnya juga mereka tetap mendapatkan jaminan bahwa masa depannya cerah seperti cerahnya masa depan anak didik. 
     Mestinya urusan gaji, masalah status kepegawaian, persoalan proses kenaikan golongan pangkat, dan masalah sertifikasi berlangsung secara mulus paralel dengan tugas guru mendidik muridnya.
     Kalau menyangkut guru honorer, jujur saya masih belum dapat pengetahuan memadai apakah ada prosedur atau regulasi baku yang memberikan peluang untuk diangkat jadi PNS. Kalau memang ada, pemerintah, PGRI dan perwakilan guru sebaiknya duduk bersama untuk menelaah satu-persatu persoalannya sehingga ditemukan solusi yang bagus dan cerdas.

Pulogadung, 21 Februari 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar