Bakal Calon Presiden Amerika Serikat (AS) dari Partai Republik Newt
Gingrich mengatakan, mengalahkan Barack Obama dalam pemilihan umum
presiden AS mendatang adalah tugas keamanan nasional yang akan
diembannya.
"Karena faktanya adalah, dia tidak mampu membela AS," ujar Newt Gingrich dalam sebuah diskusi tentang Iran yang berlangsung di hadapan 4.000 orang di Oral Robets University seperti dikutip ABC News dan dirilis okezone.com, Selasa, (21/2/2012).
Dalam diskusi yang umumnya dihadiri oleh kalangan pemuda itu Gingrich mengatakan, ada ancaman nyata dari satu kota di AS yang diabaikan oleh Presiden Obama. Gingrich pun menegaskan, Obama menolak mengakui adanya kelompok Islam radikal.
"Orang jujur tahu persis motivasi setiap orang yang datang ke sini. Ini bukan fitnah atau pun Islamophobia. Jika kita tidak terbuka berbicara tentang Islam radikal, maka kita tidak akan tahu bahwa ada satu kelompok di planet ini yang ingin membunuh Kita," tambah Gingrich.
"Karena faktanya adalah, dia tidak mampu membela AS," ujar Newt Gingrich dalam sebuah diskusi tentang Iran yang berlangsung di hadapan 4.000 orang di Oral Robets University seperti dikutip ABC News dan dirilis okezone.com, Selasa, (21/2/2012).
Dalam diskusi yang umumnya dihadiri oleh kalangan pemuda itu Gingrich mengatakan, ada ancaman nyata dari satu kota di AS yang diabaikan oleh Presiden Obama. Gingrich pun menegaskan, Obama menolak mengakui adanya kelompok Islam radikal.
"Orang jujur tahu persis motivasi setiap orang yang datang ke sini. Ini bukan fitnah atau pun Islamophobia. Jika kita tidak terbuka berbicara tentang Islam radikal, maka kita tidak akan tahu bahwa ada satu kelompok di planet ini yang ingin membunuh Kita," tambah Gingrich.
Retorika Gingrich bukan barang baru, bahkan bisa dikatakan sudah teramat basi dan busuk. Stigma terhadap muslim bukan merupakan komoditas politik baru. Sudah menjadi warisan tradisional bangsa Barat sejak ratusan tahun lalu. Prasangka kuno yang terus dipelihara hingga kini. Celakanya tidak ada jaminan prasangka iktu akan berakhir sehingga tidak menjadi sejarah kelam generasi mendatang.
Meski demikian, banyak juga orang barat (bangsa Eropa dan Amerika) yang berpikiran berseberangan dengan orang-orang semacam Gingrich dan mayoritas calon presiden AS dari Partai Republik. Kita tahu banyak orang barat yang mencoba memperbaiki persepsi dengan bersumber dari literatur yang obyektif, bahkan bersumber dari sumber orisinal, seperti Alquran dan pendapat ulama-ulama terkemuka Islam.
Mereka mencoba mencari jalan untuk mempertemukan kebudayaan barat dengan nilai-nilai Islam. Mereka meyakini bahwa dua nil;ai itu memiliki persamaan, termasuk dalam isu demokrasi, hak-hak azasi manusia, ekonomi, gender, dan politik. Salah satu dari begitu banyak kalangan tersebut adalah Barack Obama, yang kini menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat.
Mungkin karena latarbelakang keluarga dan pengalaman tinggal di negeri mayoritas penduduknya muslim, dalam hal ini Indonesia, wawasan, paradigma dan persepsi Obama terhadap Islam berbeda dengan mainstream warga AS. Obama mencoba memperbaiki hubungan AS dengan dunia muslim setelah sebelumnya hancur-lebur oleh policy George W Bush.
Dalam konteks itu, tentu Obama bukan bermaksud membangun persahabatan AS dengan kelompok-kelompok garis keras di kalangan umat Islam. Apalagi membiarkan muslim radikal berada di tengah rumah-rumah warga AS. Obama pasti termasuk berada dalam garis depan memberangus aksi terorisme yang sebagian di antaranya dilakukan oleh muslim radikal.
Dengan fakta-fakta tersebut, rasanya terlalu berlebihan bila Gingrich menyebut Obama membiarkan muslim radikal menjadi musuh di dalam negeri AS. Bahkan, tak berlebihan rasanya bahwa Gingrich mewarisi paranoid terhadap Islam, yang justrui kontraproduktif untuk masa depan Amerika Serikat dalam percaturan politik dunia.
Pulogadung, 21 Februari 2012

Tidak ada komentar:
Posting Komentar