Perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata, begitu
syair WS Rendra. Unjukrasa menolak kenaikan harga BBM merupakan pelaksanaan
dari sensitifitas mahasiswa dan buruh
menentang kebijakan penguasa, yang berpotensi semakin mencampakkan rakyat ke
parit-parit penderitaan.
Karenanya,
demo yang baru digelar, Selasa (26/3/2012), tampaknya belum menjadi puncak
perjuangan. Rentetan unjukrasa massif akan terus bergulir. Jalanan di Jakarta dan
kota-kota lain akan masih disemarakkan oleh aksi-aksi rakyat berdemonstrasi, polisi-polisi yang
membikin barikade, dan tentu saja macet berat arus lalu lintas.
Dalam
perspektif lain, kita sepatutnya memahami bahwa pemerintah juga dalam kapasitas
berjuang untuk menyejahterakan rakyat. Rencana kenaikan harga BBM tentu
berbasis kepada kalkulasi kepentingan perekonomian secara nasional.
Karena
rencana itu wajib diamankan maka segala daya dikerahkan, termasuk jalur politik
berupa penguatan di partai politik anggota koalisi, dan bahkan hingga
pengerahan unsur TNI untuk membeking polisi dalam menghadapi pengunjukrasa.
Dengan
demikian, dapat dipahami bahwa baik pengunjukrasa maupun pemerintah sebenarnya
berorientasi kepada kepentingan rakyat. Hanya saja terjadi perbedaan tajam dalam
hal persepsi maupun mindset, serta tentu saja pola sikap dan tindak.
Diferensiasi
tajam itu semestinya dicari solusinya. Duduk bersama. Berdialog. Lalu dibangun
formulasi tepat sehingga persoalan dapat cepat dipecahkan. Dengan pendekatan
model begitu, rakyat senang, dan pemerintah juga tak mesti harus kehilangan
muka. Pada aspek lain, polisi atau tentara
tak perlu konflik head to head dengan rakyat.
Memang
muncul persoalan baru, siapakah yang memiliki kapasitas, kompetensi sekaligus
dipercaya untuk memediasi dan memfasilitasi dialog tersebut. Saya yakin tokoh
masyarakat atau pemuka agama bisa menjadi pihak yang paling tepat untuk diminta
menjadi mediator dan fasilitator. Kalau ternyata repot juga, ya bisa minta
Sekjen PBB.
Tetapi,
sssttt….itu kan kalau mau dialog. Bila nggak mau juga, ya sudahlah, ayo kita
nikmati lagu Galang Rambu Anarki, yang ditembangkan Iwan Fals: “BBM naik tinggi, susu tak terbeli. Orang pintar cari
subsidi, anak kami kurang gizi”. (agus wahyudin).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar