Komisi III DPR baru plesir ke Australia, Perancis dan Jerman. Plesir
dengan biaya miliaran rupiah dana rakyat lewat APBN itu dibungkus dengan
program studi banding soal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sudahlah, jangan memprotes plesiran boroskan
APBN seperti itu. Mereka sudah buta hati nurani.
Wakil rakyat itu kita tak perduli
kalau kita protes bahwa studi
banding sangat tidak perlu karena bisa
menyerap data dari internet. Karena memang bukan data, informasi atau ilmunya
yang diperlukan. Mereka Cuma butuh jalan-jalan ke luar negeri bukan dengan
ongkos sendiri.
Satu hal yang menarik dari plesir
itu ternyata terdapat salah satu kesimpulan menggelikan sekaligus
memprihatinkan. Seperti diutarakan Ahmad
Yani, anggota Komisi III dari Fraksi PPP, yang bilang di Jerman dan Australia tidak
ada KPK. Sedangkan di Perancis, lembaga semacam KPK hanya berfungsi pencegahan.
Pernyataan Ahmad
Yani ini bisa jadi merupakan representasi dari sebagian besar anggota Komisi
III yang memang bernafsu memutilasi kewenangan KPK melalui revisi UU No. 30
tahun 2002 tentang KPK. Satu-satunya lembaga tumpuan rakyat dalam pemberantasan
korupsi itu akan dikerdilkan fungsinya sehingga tinggal pencegahan. Sedangkan
otoritas penyelidikan dan penyidikan sepenuhnya diserahkan ke kepolisian dan
kejaksaan.
Kalau mengkomparasikan antara KPK
di Indonesia dengan Jerman, Perancis atau Australia jelas tidak apple to apple.
Bukan bandingannya. Wajib diingat, bahwa di tiga negara maju itu memang system hukum
bagus banget, law enforcement berjalan sangat efektif, serta tidak ada
intervensi penguasa atau politisi. Karenanya memang lembaga semacam KPK hanya
didedikasikan hanya fungsi preventif.
Sableng aja kalau mempersandingkan
dengan Indonesia, yang aparat penegak hukumnya masih begitu banyak yang korup.
Hukum bisa diperdagangkan. Bisa ditawar. Bisa pula dibeli sekaligus. Begitu
juga di lembaga pemasyarakatan, justru menjadi surga buat koruptor.
Kalau mau studi banding mestinya
ke China, Singapura atau Malaysia. Lembaga KPK-nya begitu powerbody dan
penegakan hukumnya teramat keras buat koruptor. Koruptornya dihukum mati,
hartanya dan keluarga disita oleh negara dan dimanfaatkan untuk kepentingan
rakyat. Di Malaysia, lambaga KPK
memiliki kantor cabang di semua negara bagian. Mereka diperkuat oleh SDM
berkompeten dan memiliki peralatan penyelidikan dan penyidikan lengkap.
Di Indonesia, KPK cuma punya
ratusan orang pegawai. Hanya ada satu kantornya yakni di Jakarta. Segitupun,
mereka masih bisa menjerat 55 anggota DPR, ratusan anggota DPRD, puluhan kepala
daerah, serta puluhan elit partai politik.
Karena itu, yang dibutuhkan oleh
KPK adalah semakin menguatkan fungsi penyelidikan dan penyidikan, yang secara
linear menguatkan kelembagaan, SDM dan anggaran. Itu saja yang mestinya ada di
otak anggota DPR. Bukannya malah mau mengkebiri KPK biar bisa terus ngakalin proyek, termasuk lewat Badan Anggaran (Banggar) DPR. Jangan bikin kesel plus
sewot rakyat dong.
(agus
wahyudin)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar