Senin, 12 Maret 2012

Berpikir Sableng Soal KPK

            Komisi III DPR baru plesir ke Australia, Perancis dan Jerman. Plesir dengan biaya miliaran rupiah dana rakyat lewat APBN itu dibungkus dengan program studi banding soal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).  Sudahlah, jangan memprotes plesiran boroskan APBN seperti itu. Mereka sudah buta hati nurani.
 
Wakil rakyat itu kita tak perduli   kalau kita protes bahwa studi banding sangat tidak perlu karena  bisa menyerap data dari internet. Karena memang bukan data, informasi atau ilmunya yang diperlukan. Mereka Cuma butuh jalan-jalan ke luar negeri bukan dengan ongkos sendiri.
Satu hal yang menarik dari plesir  itu ternyata terdapat salah satu kesimpulan menggelikan sekaligus memprihatinkan. Seperti diutarakan  Ahmad Yani, anggota Komisi III dari Fraksi PPP, yang bilang di Jerman dan Australia tidak ada KPK. Sedangkan di Perancis, lembaga semacam KPK hanya berfungsi pencegahan.
Pernyataan Ahmad Yani ini bisa jadi merupakan representasi dari sebagian besar anggota Komisi III yang memang bernafsu memutilasi kewenangan KPK melalui revisi UU No. 30 tahun 2002 tentang KPK. Satu-satunya lembaga tumpuan rakyat dalam pemberantasan korupsi itu akan dikerdilkan fungsinya sehingga tinggal pencegahan. Sedangkan otoritas penyelidikan dan penyidikan sepenuhnya diserahkan ke kepolisian dan kejaksaan.
Kalau mengkomparasikan antara KPK di Indonesia dengan Jerman, Perancis atau Australia jelas tidak apple to apple. Bukan bandingannya. Wajib diingat, bahwa di tiga negara maju itu memang system hukum bagus banget, law enforcement berjalan sangat efektif, serta tidak ada intervensi penguasa atau politisi. Karenanya memang lembaga semacam KPK hanya didedikasikan hanya fungsi preventif.
Sableng aja kalau mempersandingkan dengan Indonesia, yang aparat penegak hukumnya masih begitu banyak yang korup. Hukum bisa diperdagangkan. Bisa ditawar. Bisa pula dibeli sekaligus. Begitu juga di lembaga pemasyarakatan, justru menjadi surga buat koruptor.
Kalau mau studi banding mestinya ke China, Singapura atau Malaysia. Lembaga KPK-nya begitu powerbody dan penegakan hukumnya teramat keras buat koruptor. Koruptornya dihukum mati, hartanya dan keluarga disita oleh negara dan dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat.  Di Malaysia, lambaga KPK memiliki kantor cabang di semua negara bagian. Mereka diperkuat oleh SDM berkompeten dan memiliki peralatan penyelidikan dan penyidikan lengkap.
Di Indonesia, KPK cuma punya ratusan orang pegawai. Hanya ada satu kantornya yakni di Jakarta. Segitupun, mereka masih bisa menjerat 55 anggota DPR, ratusan anggota DPRD, puluhan kepala daerah, serta puluhan elit partai politik.
Karena itu, yang dibutuhkan oleh KPK adalah semakin menguatkan fungsi penyelidikan dan penyidikan, yang secara linear menguatkan kelembagaan, SDM dan anggaran. Itu saja yang mestinya ada di otak anggota DPR. Bukannya malah mau mengkebiri KPK biar bisa terus ngakalin proyek, termasuk lewat Badan Anggaran (Banggar) DPR. Jangan bikin kesel plus sewot rakyat dong.
                                                                   (agus wahyudin)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar