Bandara Internasional Ngurah Rai, Kabupaten Badung, Bali, tidak
sekadar merupakan simpul transportasi. Pula tak berhenti sebagai salah satu
sentra ekonomi sekaligus penggerak perekonomian daerah dan negara.
Di
luar urusan bisnis itu, bandara ini juga menjadi landmark Pulau Dewata dan
Indonesia. Dalam konteks sosiologis, infrastruktur ini lebih luas lagi, menjadi
bagian dari budaya dan adat. Begitu turun dari tangga pesawat, turis sudah
langsung bisa menikmati dan mengeksplorasi sebagian kekayaan budaya Bali.
Karenanya,
aspek budaya, adat, bahkan agama menjadi salah satu dimensi dalam mengembangkan
bandara tersebut. Pengelola bandara, PT Angkasa Pura (PAP) I, bersama pemda
setempat dan instansi terkait membentuk Komite Desain sebelum start
mengembangkan bandara berbiaya Rp2,5 triliun itu.
“Komite
itu diperkuat oleh unsur dari akademisi
yakni Universitas Udayana, unsur praktisi yakni Ikatan Arsitektur
Indonesia Wilayah Bali, tim ahli Bangunan
dan gedung tradisional Bali, serta pejabat-pejabat Desa Adat sekitar Bandara
Ngurah Rai,” ungkap Direktur Utama PAP I Tommy Soetomo didampingi sekretaris
perusahaan Miduk Situmorang dan kepala humas Merpin Butar-butar.
Melalui
komite tersebut, dia mengutarakan kearifan lokal bisa memperkaya perencanaan
pembangunan bandara. Karenanya, arsitektur bandara dan fasilitas pendukungnya
tak hanya paralel dengan dinamika teknologi, tetapi juga mengedepankan nuansa
artistik dan estetika bermuatan adat serta kultur.
Eksterior
dan interior seluruh bangunan kental dengan nuansa Bali, dipadukan dengan dimensi
modernitas bergaya kosmo dan futuristik. Berbagai ritual adat menyertai dalam
pengerjaannya.
Contohnya,
bangunan utama terminal baru memiliki atap seperti gelombang lautan. Begitu
juga gedung parkir bertingkat dengan model limas, yang dibentuk seperti hamparan sawah berjenjang. Eksterior dan
interiornya kental dengan nuansa Bali.
PERALATAN
MODERN
Sedangkan
dimensi modern kuat pada berbagai peralatan utama dan pelengkap bandara.
Contohnya, gate handling system. Disiapkan peralatan super modern seharga
Rp150 miliar. Bagasi penumpang akan digerakkan dan diawasi secara elektronis
dan mekanis dari sejak cek in hingga mendekati pesawat.
“Minim
kontak fisik dari petugas tapi jauh lebih akurat, cepat, efektif dan efisien.
Apalagi dilengkapi dengan sensor X-Ray berlapis-lapis. Peralatan ini kali
pertama di bandara di Indonesia. Kami serius betul menggarap pengembangan
bandara yang dapat menampung hingga 25 juta penumpang per tahun ini,” jelas
Tommy.
Sangat
seriusnya PT Angkasa Pura I menggeber pengembangan bandara juga karena
mendukung program pemerintah tentang
percepatan pembangunan ekonomi khususnya untuk koridor ekonomi wilayah V. Maka
dalam RJPP PAP I tahun 2009 – 2013, salah satu titik fokusnya adalah menjadikan
Bandarsa Ngurah Rai – Bali sebagai The Best Tourism Airport.
Dia
juga menjelaskan pembangunan bandara baru itu juga berbasis kepada aspek
lingkungan dalam konteks eco-airport dan peningkatan harkat masyarakat sekitar
bandara.
“Ada
satu kompleks sekolah negeri, TK hingga SMP, yang terkena perluasan bandara,
kami bangun masih dekat bandara. Bangunannya lebih modern, begitu juga
fasiltasnya kami upayakan agar dilengkapi dengan sejumlah laboratorium. Ini
agar proses belajar dan mengajar lebih mantap dan kuat,” tegasnya.
OVER
CAPACITY
Pernyataan
senada dikemukakan General Manager Bandara Ngurah Rai, Purwanto. Dia menuturkan
dukungan dari pemda, pemuka adat dan masyarakat Bali begitu luar biasa dalam
pengembangan bandara. “Tak hanya mendukung, tetapi juga ikut bekerja membantu
kami. Ini kami syukuri,” ujarnya.
Dengan
dukungan tersebut, dia mengutarakan pekerjaan proyek bisa lebih cepat.
“Menakjubkan memang. Realisasi proyek melebihi dari target. Karena itu, kami optimis
penyelesaian bandara baru ini bisa lebih cepat pada tahun 2013,” tuturnya.
Pengembangan
bandara mendesak direalisasikan karena saat ini Bandara Ngurah Rai sudah
overload dengan 6,6 juta penumpang
domestik per tahun. Angka itu melebihi daya tampung penumpang domestik yang
hanya 1,5 juta penumpang/tahun.
Terdapat
175 penerbangan domestik dari Bali maupun menuju ke Bali. Dia menjelaskan penerbangan
itu mengangkut sekitar 18.000 penumpang/hari. “Kepadatan itu masih ditambah
lagi dengan wisatawan asing yang juga memadati terminal internasional,”
ungkapnya.
Namun,
bandara Ngurah Rai masih dapat mengendalikan dengan daya tampung internasional
sekitar 6 juta/tahun atau sekitar 17.000 penumpang/hari dengan 108 penerbangan
internasional/hari.
PROGRES
Dengan
luas lahan hanya 285 hektar serta tingginya
laju pertumbuhan jumlah penumpang dan pesawat, pimpinan proyek Bandara Ngurai
Rai, Sri Unon Setyasih, menjelaskan maka pembangunan kali ini merupakan
pembangunan pengembangan terakhir, karena akan diperuntukkan sampai dengan
titik ultimate kapasitas bandara.
Selain
pembangunan gedung terminal internasional, infrastruktur yang dibangun lainnya
adalah jalan akses dan toll gate baru, area parkir domestik, gedung parkir internasional, dan gedung Promenade. Selain itu, gedung
kantor terpadu, gedung sekolah (eks-relokasi), gedung kargo internasional, perluasan apron, serta gedung katering.
Didampingi
Yunus Suprayogi, dia menjelaskan pembangunan tersebut harus
mengacu kepada peraturan keselamatan dan keamanan penumpang seperti yang
tertuang dalam Dokumen ICAO Annex 17.
“Progres proyek sampai saat ini sudah
mencapai 11%”. Saat ini semua konsentrasi tertuju pada pelayanan konferensi tingkat tinggi Asia Pacific Economic Cooperation
(APEC), sehingga target
operasional minimal untuk jalur-jalur utama pelayanan penumpang harus sudah
bisa dioperasikan pada September 2013,” ujarnya.(agus wahyudin).